“Dalam diri anak terdapat bara api yang perlu disiram minyak agar tetap menyala. Seorang guru adalah orang yang berperan menuang minyak itu.” Samar-samar saya masih ingat kalimat yang saya baca dari sebuah buku.
Bosan, lelah, dan jenuh, mungkin itu yang dirasakan oleh anak-anak selama pembelajaran jarak jauh. Bukan hanya anak-anak, saya pun juga merasakan hal yang sama. Kemarin, seperti biasa saya home visit ke rumah salah satu anak. Dari awal dia sudah kelihatan bosan, tidak ada semangat. Saya tidak dapat memaksa dan mungkin apa yang saya ajarkan juga tidak akan banyak berguna.
Saya teringat bahwa saya membawa pentab saya. Sebagai tambahan informasi, pentab adalah alat yang digunakan untuk menggambar di laptop/pc. Cara penggunaannya hampir sama seperti kita menulis. Biasanya, pentab ini saya gunakan untuk membuat desain atau edit foto di Photoshop. Lanjut ke cerita
Murid saya ini punya desktop sendiri yang biasanya dia gunakan untuk pembelajaran online. Akhirnya, muncullah ide untuk menggunakan pentab untuk media pembelajaran. Saya keluarkan pentap saya dan saya sambungkan ke desktopnya. Kemudian saya mulai mengajar menggunakan pentab, dan dia saya minta mengerjakan pula menggunakan pentab itu. Dia senang. Dia antusias. Lalu dia bilang, “Pak, saya pengen nggambar pakai ini.” Kami pun membuat kesepakatan, “Oke. Selesaikan sampai nomor 10. Setelah itu kamu boleh nggambar.” Dia bersemangat dan mengerjakan dengan cepat.
Next Day
Tak jauh beda dengan kemarin, hari ini saya juga mengalami hal yang sama. Anak-anak yang saya kunjungi juga sudah menunjukkan tanda-tanda jenuh dan bosan dengan pembelajaran online. Mereka butuh berinteraksi dengan teman-temannya. Mereka perlu bergembira bersama, tertawa bersama. Namun semuanya tidak mereka dapatkan karena pembelajaran jarak jauh ini.
Berdasarkan pengalaman kemarin, hari ini saya membawa laptop dan pentab saya. Sengaja saya akan menggunakan dua media itu untuk pembelajaran. Memang sama-sama menulis dan mengerjakan soal. Tapi saya berpikir, jika medianya berbeda, mungkin hasilnya akan sama-sama memotivasi anak-anak dalam belajar.
Dan memang betul, media ini membuat anak-anak yang awalnya terlihat murung dan tidak bersemangat, akhirnya dapat bersemangat dan mengikuti pembelajaran dengan antusias. Bahkan saya juga memberinya bonus kesempatan untuk menggambar dan mewarnai menggunakan pentab saya. Senang sekali. Di sela-sela dia menggambar, saya memberi motivasi kepadanya agar tetap semangat untuk belajar, sekali pun masih belum dapat berjumpa dengan teman-temannya.
Point of View
Bukan melulu memaksakan apa yang kita inginkan, namun lebih jauh lagi, kita perlu menyelami apa yang dibutuhkan oleh anak. Dari situ kita akan dapat memotivasinya untuk mau belajar lebih, lebih, dan lebih. Dulu pembelajaran kita lebih pada transfer ilmu. “Anak itu ibarat gelas kosong, dan guru adalah teko yang harus menuangkan air ke gelas kosong tersebut.” Mungkin seperti itu penggambaran pendidikan zaman kita dulu. Tapi sekarang sudah berbeda.
Guru memiliki tugas untuk membangkitkan semangat dan menjual mimpi kepada anak didiknya. Gurulah yang berperan menyelami kebutuhan anak dan menungkan minyak dalam bara semangat anak-anak. Dengan harapan, bara itu terus berkobar sehingga mereka kelak dapat menjadi pribadi utuh yang berguna bagi sesama dan menjadi terang di tengah gelap gulita dunia.